Jumat, 05 Mei 2017

Potret Data Manfaat Bonus Untuk Kemandirian Indonesia

Data penduduk indonesia, modal bonus demografi | sumber: www.databoks.co.id,
Ketika berbicara tentang Indonesia, beberapa hal yang kerap dibahas adalah keberagaman suku, adat, budaya dan agama, serta luasnya wilayah yang berbentuk kepulauan. Jika ditarik garis penghubung, hal tersebut memiliki ikatan yang kuat. Keberagaman tersebut dibentuk, dijaga dan dipelihara oleh penduduk Indonesia dalam jumlah besar, yang tersebar menempati hampir seluruh pulau strategis di Nusantara ini. Jika ditelaah dengan baik, kondisi tersebut dapat dimanfaatkan untuk kemajuan bangsa. Mari Kita telaah bersama, melihat Indonesia dalam Angka.

Tingginya Pertumbuhan Penduduk Indonesia
Berdasarkan Data Statistik, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2016, mencapai  258 juta jiwa (sumber).  Angka tersebut diperkirakan akan terus meningkat setiap tahunnya. Badan Pusat Statistik (BPS), memproyeksikan bahwa tahun 2035, jumlah penduduk Indonesia akan menembus angka 305 juta jiwa (sumber). Peningkatan jumlah penduduk yang relatif tajam.

Banyak faktor yang menyebabkan jumlah penduduk Indonesia terus tumbuh. Yang jelas, jumlah kelahiran lebih banyak daripada jumlah kematian penduduk. Hal itu dapat disebabkan oleh tingginya jumlah usia pernikahan muda yang berpotensi memperbesar kemungkinan untuk memiliki banyak anak. Faktor lain yang masih kerap terdengar adah  kuatnya mitos “banyak anak, banyak rejeki”. Kondisi tersebut berdampak pada kurang optimalnya program Keluarga Berencana (KB) yang gencar dikampanyekan Pemerintah.

Sekarang, mari kita kaji akibat dari ledakan jumlah penduduk. Sudah menjadi masalah klasik, ketika laju pertumbuhan jumlah penduduk tidak diiringi dengan peningkatan lapangan kerja, maka yang terjadi selanjutnya adalah ledakan jumlah pengangguran. Tingginya jumlah pengangguran, biasanya identik dengan peningkatan angka kriminalitas. Namun, jangan cemas dulu, ada yang menarik dengan data penduduk dan angka pengangguran, yaitu fenomena Bonus Demografi.

Fenomena Bonus Demografi dan Manfaatnya
Saat ini, usia mayoritas penduduk Indonesia membentuk “formasi” yang menarik. Yang menarik adalah populasi penduduk Indonesia didominasi oleh penduduk usia produktif, yaitu pada rentang 15 – 35 tahun (Sumber). Tampak pada gambar di bawah ini:

Penduduk Indonesia berdasar usia dan jenis kelamin | sumber: http://databoks.katadata.co.id
Data lain, yaitu menurut data BKKBN, Indonesia memiliki 70% penduduk produktif, yaitu penduduk angkatan kerja usia 15 – 64 tahun (sumber). Fenomena dominasi usia produktif ini disebut sebagai Bonus Demografi.

Ketika sebagian besar penduduk Indonesia berada pada rentang usia produktif, maka semakin banyak penduduk yang berpeluang untuk menghasilkan produk (barang/jasa) yang bermanfaat. Sederhananya, lebih banyak penduduk yang bisa hidup mandiri. Usia produktif tidak hanya bermanfaat untuk kemandirian diri pribadi, tetapi juga untuk membantu orang lain, khususnya usia non produktif (anak-anak dan orang yang sudah tua). Ketika terwujud kemandirian ekonomi pribadi dan keluarga, maka kemandirian ekonomi Nasional adalah keniscayaan.
Kesimpulannya, semakin banyak penduduk produktif di Indonesia, akan semakin banyak yang dapat bekerja untuk kemajuan Indonesia. Semakin banyak akumulasi tangan dan kekuatan rakyat Indonesia untuk membangun dan memajukan Bangsa. Inilah manfaat dari Bonus Demografi untuk Indonesia.

Manfaat Bonus Demografi Sudah Mulai Tampak
Puncak Bonus Demografi diyakini akan terjadi pada tahun 2025 – 2035. Lima tehun tersebut akan menjadi “Masa Emas” untuk Indonesia. Saat ini, manfaat menjelang masa emas tersebut sudah mulai tampak. Ditandai dengan meningkatkan angkatan kerja dan menurunnya angka pengangguran.

Berdasarkan data statistik yang dihimpun KATADATA melalui DATABOKS, jumlah angkatan kerja tahun 2011 mencapai 116,1 juta orang dan jumlah pengangguran terbuka menyentuh angka 7,48%. Lima tahun kemudian, yaitu 2016, jumlah angkatan kerja meningkat tajam, menjadi 125,44 juta orang.  Namun, tingkat pengangguran terbuka justru turun, menyentuh angka 5,61% (sumber). Jika merujuk pada data tingkat pengangguran terbuka Badan Pusat Statisti (BPS), angka 5,61% tersebut adalah persentase pengangguran paling rendah sejak tahun 1999.

Grafik Persentase Jumlah Pengangguran Di Indonesia Tahun 2011 – 2016 | sumber: http://databoks.katadata.co.id

Data tersebut adalah bukti dari manfaat Bonus Demografi, dimana masyarakat produktif Indonesia telah berhasil menyalurkan produktifitasnya. Dan yang lebih membahagiakan lagi adalah munculnya banyak lapangan kerja baru dari sektor swasta, yang tentunya diciptakan dan diisi oleh masyarakat produktif. Fakta tersebut layak Kita syukuri dan Kita teruskan perkembangannya.

Bonus Demografi dan MEA: Peluang dan “Ancaman”
Awal 2016 lalu, Indonesia membuka keran pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Agenda MEA yang menjadikan Asia Tenggara sebagai pasar terbuka untuk barang dan jasa, memberi peluang dan “ancaman” untuk masyarakat Indonesia. Peluang terbukanya investasi asing dan terciptanya lapangan pekerjaan baru. Juga peluang untuk memasarkan produk (barang/jasa) ke seluruh wilayah Asia Tenggara, termasuk peluang bagi masyarakat indonesia untuk mendapat pekerjaan di luar Negeri secara legal.

Bayangkan, jika masyarakat Indonesia yang sebagian besar produktif ini bisa mengoptimalkan produktifitasnya untuk menghasilkan barang atau jasa, maka peluang MEA dapat diraih. Peluang untuk mengekspor barang dan jasa ke luar negeri. Yang kemudian berdampak pada pertumbuhan ekonomi Nasional.

Namun, jangan lupa! Peluang MEA tersebut juga dimiliki oleh seluruh masyarakat Asia Tenggara, yaitu masyarakat dari 9 negara anggota MEA lainnya. Termasuk peluang Mereka untuk mengekspor barang dan jasa ke wilayah Indonesia. Artinya, masyarakat Indonesia akan bersaing ketat dan terbuka dengan masyarakat ASEAN. Hal itu bisa menjadi “ancaman” bagi Kita.

Pertanyannya, sudah siapkah kita menghadapi “ancaman” tersebut? Siap dalam arti memiliki kompetensi diri dan kualitas produk  yang bisa dimanfaatkan untuk menghadapi MEA. Jika tidak siap, maka peluang MEA ini benar-benar menjadi ancaman. Berdasarkan data yang dihimbun DATABOKS, tak kurang dari 7.241 pekerja asing dari Malaysia, Filipina dan Thailand sudah masuk ke Indonesia. Belum lagi ditambah pekerja asing dari negara lainnya. Oleh sebab itu, mari meningkatkan kualitas dan kompetensi diri Kita masing-masing.

Pun begitu dengan barang. Nilai impor barang dari negara anggota MEA masih sangat fantastis. Sejak Januari hingga Agustus 2016, masih menurut DATABOKS, data Statistik Indonesia untuk nilai total impor barang non-migas dari Malaysia, Singapura dan Thailand mencapai US$ 13,8 (sumber). Angka yang tidak sedikit.

Nilai Impor Non-Migas Indoensia | Sumber: http://databoks.katadata.co.id
Oleh sebab itu, mari tingkatkan kualitas produk Kita, agar tidak terus ketergantungan dengan produl luar negeri. Bahkan, justru sebaliknya, yaitu Indonesia bisa terus meningkatkan nilai ekspor. Sebagai salah satu peluang yang ditawarkan MEA.

Ini bukanlah tantangan yang mudah untuk dimenangkan, tetapi bukan juga mustahil. Salah satu cara yang paling efektif untuk meraih peluang yang ditawarkan oleh Bonus Demografi adalah dengan meningkatkan kualitas diri. Yang kemudian berdampak pada kualitas barang/jasa yang kita hasilkan. Jika tidak, maka ratusan juta masyarakat Indonesia hanya akan jadi “penonton”, dan lambat laun terlindas roda pergerakan MEA.

Upaya Untuk Menyambut Puncak Bonus Demografi Indonesia
Kita masih punya waktu sekitar 8 tahun menuju masa puncak Bonus Demografi pada tahun 2025 – 2030. Mari manfaatkan waktu 1 windu tersebut untuk meningkatkan kualitas diri, agar Kita benar-benar siap menghadapi berbagai peluang dan tantangan pada masa puncak Bonus Demografi tersebut. Salah satu cara yang paling efektif untuk meningkatkan kualitas diri adalah melalui proses pendidikan. Sebab, data statistik membuktikan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh pada angka pengangguran.

Berdasarkan data BPS, diketahui bahwa dari pengangguran terbuka tahun 2015 yang berjumlah 7,56 juta jiwa, 88% diantaranya belum pernah sekolah, lulusan SD, SMP dan SMA/sederajat. Data tersebut mengindikasikan bahwa ada hubungan erat antara tingkat pendidikan dengan angka pengangguran. Dimana, akumulasi angkatan kerja dengan pendidikan rendah menyumbang angka pengangguran tertinggi.

Pendidikan Tinggi memang jaminan kepastian untuk mendapat pekerjaan. Tetapi, proses pendidikan mengandung pembelajaran perubahan perilaku (afektif), pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotorik) bagi masyarakat peserta didik. Dalam taksonomi pendidikan/pembelajaran, ketiga aspek tersebut disebut sebagai kompetensi. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin besar peluang untuk menigkatkan kompetensi diri. Jika kompetensi masyarakat terus meningkat, maka bukan hanya berpeluang mendapat pekerjaan, tetapi juga menciptakan lapangan kerja (berwirausaha).
Dengan bekal pendidikan, khususnya kompetensi, maka semakin besar peluang untuk mendapat lapangan kerja di dalam negeri dan bahkan luar negeri. Kesimpulannya, Kita sebagai masyarakat, yang nantinya menjadi aktor untuk mengisi masa puncak Bonus Demografi, harus berprinsip bahwa pendidikan adalah prioritas utama. Pendidikan adalah investasi jangka panjang.  Pendidikan akan menjadi jawaban dari manfaat  Bonus Demografi dan MEA, untuk kesejahteraan Nasional, untuk kemajuan ekonomi Bangsa. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar